Tepat pada tanggal 9 September 2009 sekitar pukul 11.oo sekelompok mahasiswa ilmu komunikasi dari Universitas Kristen Petra berada di bawah sengatan sinar matahari. Bertempat di Tugu Pahlawan Surabaya mahasiswa Universitas Kristen Petra sedang melakukan observasi dan wawancara. Setiap melewati tiap meternya, terdapat monumen-monumen yang unik dan mengundang decak kagum. Sayangnya, monumen-monumen yang berdiri teguh saat kami amati di dalam area Tugu Pahlawan tampak mulai banyak coretan-coretan yang tentunya sedikit
Monumen yang tercoret-coret.
Setelah sekian lama mahasiswa Universitas Kristen Petra masuk di area Tugu Pahlawan, terlihat seorang pria bertubuh besar dengan perawakan yang sederhana sedang duduk termenung di tepi pintu masuk Museum 10 Nopemeber. Seketika lamunannya terusik setelah saya mendekatinya. Saat saya mulai berinisiatif untuk berkenalan, dengan ramah Bapak Joko memperkenalkan dirinya. Bapak Joko adalah seorang penjaga kebersihan di Musem 10 Nopember yang sudah bekerja selama 4 tahun.
Percakapan dimulai dengan membicarakan seputar museum 10 Nopember. Saat ditanya bagaimana mengenai antusiasme dari pengunjung, Bapak yang sudah memiliki satu anak ini mengungkapakan bahwa antusiasme pengunjung sudah cukup baik meskipun notabene pengunjung paling banyak adalah anak-anak kecil. Karena memang banyak anak-anak kecil yang berknjung maka hari berkunjung yang paling ramai menurut Bapak Joko adalah ketika hari Minggu atau hari libur, dari hari itu antusiasme dan pengunjung dari Museum 10 Nopember ini meningkat. Variasi dari pengunjung di Museum 10 nopember ini tidak hanya didominasi oleh rombongan anak kecil dari sekolah-sekolah, bahkan dari rombongan perguruan tinggi banyak yang mengunjungi tempat ini.
Di dalam bangunan inilah Museum 10 Nopember berada.
Empat tahun menjalani profesi sebagai penjaga kebersihan di Museum 10 Nopember memang bukan merupakan waktu yang singkat. Maka saya sedikit tergelitik untuk menanyakan apakah selama Bapak Joko bekerja di tempat ini diimbangi dengan tumbuhnya rasa nasionalisme dalam diri Bapak Joko. Dengan tegas Bapak Joko mengungkapakan bahwa dengan melihat gambar-gambar perjuangan dan rekaman-rekaman adegan perjuangan merebut kemerdekaan menggugah hati Bapak Joko sebagai warga Negara Indonesia, khususnya bagian dari arek-arek Suroboyo.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar