Minggu, 13 September 2009

Dilema Penjual Es Tebu di Bulan Puasa


Bulan Puasa adalah bulan penuh berkah. Kesempatan untuk menabung pahala sebanyak-banyaknya. Bagi para pedagang textile, keuntungan bisa naik beberapa kali lipat. Tentu saja karena masyarakat berlomba membeli pakaian baru. Entah untuk dipakai sendiri atau di berikan pada sanak keluarga. Demikian pula dengan pedagang lain seperti pedagang sembako atau kue-kue yang juga meraup banyak keuntungan, apalagi beberapa hari sebelum lebaran.
Tapi bagaimana dengan penjual minuman yang seakan “dilarang” berjualan selama bulan puasa?? Apalagi di negara yang mayoritas beragama muslim dan berpuasa ini, pastilah pendapatan mereka berkurang. Sangat ironi, padahal mereka juga butuh uang untuk lebaran nantinya.
Seperti yang di alami oleh Ibu Imam, seorang penjual es tebu di Jalan Pasar Turi Surabaya. Siang itu (9/9) matahari cukup terik menyinari Surabaya, terutama kawasan depan Tugu Pahlawan yang nyaris tidak ada pohon peneduh bagi orang yang sibuk beraktivitas di sekitar sana.
Dengan alat yang sangat sederhana, sebuah toples untuk tempat esnya ditaruh di atas gerobak tua berwarna hijau dan dinaungi payung besar warna-warni, sekedar untuk melindungi para pelanggan setianya dari sengatan sang surya, Ibu Imam duduk menunggu siapa saja yang ingin membeli barang segelas saja es tebunya.
Dengan kaos hijau yang lusuh, rok kain panjang serta kerudung merah menutupi rambutnya, Ibu Imam dengan cekatan memencet keran dari toplesnya, menuangkan es tebu ke dalam gelas dan memberikannya pada pembeli.
Umur yang lebih dari setengah abad, tak menghalanginya untuk tetap bersemangat melayani para pembeli. Menurut penuturan Ibu Imam, pada bulan-bulan biasa, ia bisa menjual hingga 70 gelas es tebu dalam sehari. Harga per gelasnya cukup murah, hanya Rp 1.000 saja. Itu berarti kurang lebih Rp 70.000 yang dapat ia kantongi. Namun di bulan puasa, pendapatannya berkurang 50% atau bahkan kurang.
Pernah juga ia di olok orang karena tetap berjualan selama bulan puasa dan dikatakan tidak menghormati orang yang puasa. Padahal Ibu Imam sendiri juga berpuasa. Lantas apakah semua penjual makanan dan mnuman harus tidak berjualan dan otomatis tidak punya pendapatan selama bulan puasa?? Apa yang akan mereka makan, karena berjualan adalah satu-satunya sumber nafkah mereka, sekedar untuk menyambung hidup.
Meskipun terlihat hidup susah dengan usahanya, karena tak ada seorang anaknya pun –dari ketujuh anaknya- yang membantu beliau, ternyata Ibu Imam masih punya rasa suka tersendiri dalam berjualan es tebu, yang sudah digelutinya selama 20 tahun lebih. Beliau mengaku sangat senang ketika bisa memberikan kelegaan pada pelanggannya yang kehausan.
Sementara dukanya adalah ketika ada yang membeli es-nya, tapi tidak membayar, padahal seandainya orang itu meminta dan berbicara terus terang, Ibu Imam ikhlas untuk memberikannya secara Cuma-cuma. Duka lainnya adalah ketika ia harus berpindah-pindah demi menghindari kejaran Satpol PP.
Satu harapan sederhana yang menjadi impian beliau adalah untuk bebas berjualan tanpa harus khawatir dikejar Satpol PP sehingga harus berpindah-pindah tempat. Selain itu beliau juga berharap dengan hasil jualannya ia bisa mencukupi kebutuhan hidupnya sendiri untuk dapat hidup walau dengan sangat amat sederhana.
Semoga teriakan ibu Imam yang mewakili rakyat kecil ini dapat didengar oleh para penguasa negara ini, untuk lebih memperhatikan rakyat kecil dan senatiasa ingat agar tidak memakan uang rakyatyang bukan miliknya. (m@d)

Nama : Ayub Dahana
NRP : 51408053
Kelas : A TMMB

Tidak ada komentar:

Posting Komentar